Palembang, IN – Debu yang dihasilkan oleh aktivitas loading batu bara dari conveyor menuju kapal tongkang yang dilakukan di dermaga PT Royaltama Mulia Kontrakindo (RMK) Energy mengancam keselamatan warga Selat Punai, Rt 25 Rw 26 Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Gandus Palembang.
Meski warga tinggal berada di seberang dermaga, namun debu tersebut terbang hingga ke pemukiman penduduk. Akibatnya, rumah maupun bangunan yang ada di kawasan tersebut dipenuhi oleh debu berwarna hitam. Tak hanya itu, sejumlah warga yang tinggal di kawasan tersebut juga sering terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Kondisi tersebut terungkap dalam rapat yang digelar Komisi IV DPRD Sumsel, Selasa (15/8), di ruang Banggar DPRD Sumsel. Rapat tersebut dihadiri oleh PT RMK Energy yang diwakili General Manager, Togar Sihotang, perwakilan warga, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel serta sejumlah anggota Komisi IV DPRD Sumsel.
Ketua RT 25, Mardi mengatakan, kondisi pencemaran debu batu bara tersebut telah terjadi sejak perusahaan beroperasi di kawasan itu. Hanya saja, masalah itu baru dibicarakan kembali setelah masyarakat melaporkan hal itu ke Polda Sumsel, 2021 lalu.
Menurut Mardi, keluhan mengenai debu batu bara itu telah sering disampaikan kepada pihak perusahaan. Namun, perusahaan tidak pernah merespon.
“Apa harus menunggu ada yang tewas baru ada gerakan. Coba posisi bapak ditukar dengan kami. Rumah kalian kami kotori dengan batu bara, rasanya seperti apa,” kata Mardi.
Dia mengatakan, perusahaan terus mengumbar janji untuk menangani permasalahan debu batu bara yang terbang hingga ke pemukiman. Namun, hingga saat ini, upaya perusahaan tidak pernah terlihat. Masalah pencemaran itu masih terus saja terjadi tanpa ada penyelesaian.
“Kami cuma dibantu masker dan sembako. Tidak substansial. Yang kami mau ini bagaimana debu yang timbul dari aktivitas kalian itu tidak ada di rumah kami lagi,” ungkapnya.
Warga Desa Selat Punai Ungsikan Bayi 3 Bulan
Seorang bayi berusia tiga bulan di Desa Selat Punai, Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Gandus, Palembang, Sumatera Selatan terpaksa harus diungsikan lantaran wilayah tersebut kini dicemari oleh debu batu bara yang membuat dada sesak.
Menurut Fikri ayah dari bayi tersebut mengatakan, kondisi udara di Desa Selat Punai sudah tercemar sejak empat tahun belakangan semenjak adanya tongkang batu bara milik PT RMK Energy berada disana untuk melakukan loading.
Bahkan, kondisi terparah berlangsung pada sekitar bulan Mei hingga Agustus dimana saat memasuki musim kemarau debu dari batubara itu lebih tebal dan mengarah ke pemukiman warga.
“Saya takut anak saya terkena ispa karena terlalu sering menghirup debu batubara. Sementara ini terpaksa diungsikan di Gandus,”kata Fikri, kepada RMOLSumsel.
Debu batu bara tersebut menurut Fikri sangat tebal dan terlihat menempel di dinding rumah, teras bahkan bak mandi. Bukan hanya itu, kondisi air sungai Musi pun ikut tercemar debu batubara akibat dari aktivitas pemindahan batubara dari PT RMK.
“Sampai sekolah di tempat kami juga terganggu. Anak-anak sulit belajar karena debu itu, bahkan masker juga tidak diberikan oleh perusahaan,” ujarnya.
Warga Selat Punai sempat memprotes adanya aktivitas loading batubara yang berdampak kepada kesehatan masyarakat. Pihak PT RMK lalu mengeluarkan dana CSR kepada warga di tahun 2021 lalu dengan memberikan uang kompensasi sebesar Rp 750.000 dan sembako per Kepala Keluarga (KK). Mirisnya, kompensasi itu hanya diberikan satu kali oleh pihak perusahaan.
“Pada 2022 sampai 2023 sekarang tidak ada lagi dana CSR yang diberikan. Kami warga Selat Punai hanya menghirup debu batubara saja,” ungkapnya.
Komisi IV DPRD Sumsel Desak DLHP Sumsel dan Kementerian ESDM Setop Operasional Perusahaan
Menanggapi kondisi itu, sejumlah anggota Komisi IV DPRD Sumsel mengungkapkan pendapatnya. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Hasbi Asadiki menilai pihak PT RMK Energy selama ini terus menutupi permasalahan ini hingga akhirnya berujung protes dari pihak warga.
“Kita merekomendasikan kepada Ketua DPRD, kepada Gubernur agar operasional PT RMK Energy di Gandus untuk sementara di stop dulu selagi lingkungan itu diperbaiki,” katanya.
Apalagi, kata Hasbi, perusahaan telah menerima predikat proper merah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lantaran tidak memenuhi unsur-unsur kelestarian lingkungan.
“Saya tidak tendesius tapi itu bukti bapak menerima proper merah. Hasil kajian KLHK dan DLHP seperti itu masalah limbah bapak,” terangnya.
Anggota Komisi IV lainnya, Andi Dinialdie dari Fraksi Golkar mengungkapkan, permasalahan ini sudah berlarut larut dan tidak diselesaikan oleh PT RMK. Bahkan tidak hanya di Palembang, melainkan di wilayah Kabupaten Muara Enim juga seperti itu.
“Secara pribadi ini perusahaan yang kurang ajar. Karena perusahaan ini tidak ada itikad baik, maka harus ditutup selama-lamanya, sebelum lingkungan diperbaiki,” tegas dia.
Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Ir Holda menjelaskan pihaknya sudah mendengarkan semua aspirasi dari masyarakat dan kawan-kawan Komisi IV DPRD Sumsel , yang salah satunya berisi tuntutan agar PT RMK Energy untuk ditutup.
“Kami akan lihat itikad baik perusahaan untuk memenuhi tuntutan warga tersebut,” tegasnya.
Upaya Perusahaan Dinilai Tak Substansif Atasi Permasalahan Debu
PT RMK Energy mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dari aktivitas perusahaan tersebut.
General Manager PT RMK Energy, Togar Sihotang mengatakan, perusahaan telah menyiapkan layanan pemeriksaan Kesehatan dengan mendatangkan tenaga Kesehatan dari puskesmas terkait, serta menyiapkan obat-obatan dan vitamin untuk periode tiga bulan sekali dalam setahun.
Kemudian, perusahaan sepakat untuk memenuhi uang ganti rugi senilai Rp750.000 untuk periode satu kali dalam setahun untuk warga RT 25 dan 26 yang terdampak debu.
“Ini terealisasi tahun 2021 sesuai notulen. Setelah itu, dari tahun 2022 dan selanjutnya kami bersurat bahwa program ini tetap berjalan tapi dengan bentuk berbeda tidak berbentuk uang. Ini berjalan termasuk lahan TPU dan kami menunggu apa nanti yang dibutuhkan masyarakat dan kita bisa berkolaborasi dan saling bersinergi,” ucapnya.
Perusahaan sepakat untuk memenuhi kebutuhan sembako warga RT 25 dan 26, meliputi beras 10Kg, gula 2Kg, gandum 2 Kg, minyak 2Kg, untuk periode waktu satu kali dalam setahun. “Ini tetap berjalan di Hari Raya Idul Fitri,” katanya.
Perusahaan juga sudah memberdayakan masyarakat lokal yang terdampak aktivitas perusahaan sebagai tenaga kerja.
“Ini berjalan, namun kuotanya terbatas karena beberapa hal teknis, misalnya kami butuh sopir dan lain sebagainya, namun tidak dibeberapa bagian. Kami upayakan untuk merekrut termasuk bagaimana berkomunikasi dengan pemerintah dan masyarakat setempat, agar terlibat langsung dengan kegiatan-kegiatan kami yang ada di luar kegiatan resmi,” katanya.
Perusahaan sepakat untuk memberikan bantuan dana secara sukarela untuk Masjid Al Ikhwan yang berkolasi dai RT 25 Selat Punai.
“Ini kami menunggu bagaimana apa yang mesti kami kerjakan dan lakukan, kami menunggu arahan dan masukan dari masyarakat,” ucapnya.
Perusahaan sepakat untuk menyediakan masker bagi masyarakat yang terdampak, khususnya anak sekolah SDN 152 Selat Punai Kota Palembang, selama musim debu batubara.
“Kami juga menunggu program ini berjalan tapi dalam bentuk sekarang ini kami buat semacam jeti kecil namun untuk masker dan lain sebagainya ini kami pastikan bisa dijalankan,” ungkapnya.
Selain itu pihak Perusahaan sepakat untuk meningkatkan kegiatan penyiraman jalan di lokasi PT RMK Energy dan setiap loading conveyor.
“Menurut saya untuk segmen ini mungkin kita bisa inspeksi sama-sama di lapangan, apa yang sudah kami lakukan baik itu penambahan teknis infrastruktur, penambahan pompa, bagaimana kami memodifikasi teknologi, supaya bisa mengatasi dampak-dampak pada musim angin,” ucap Togar.
Hanya saja, berbagai upaya perusahaan tersebut dinilai tidak substansif dengan permasalahan debu yang dikeluhkan masyarakat.
Menurut Sekretaris Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmad Hidayat, warga Pulokerto saat ini meminta perusahaan mengurangi dampak debu dari proses loading batu bara ke tongkang. Seharusnya, perusahaan menggunakan pendekatan teknologi untuk meminimalisir dampak debu tersebut. Bukannya malah memberikan bantuan sosial yang sifatnya jangka pendek kepada masyarakat.
“Masalahnya ini kan debu batu bara. Kalau perusahaan kasih masker, pelayanan kesehatan dan lainnya itu seolah menyuruh warga untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada saat ini. Mereka disuruh bersahabat saja dengan debu batu bara perusahaan,” kata Rahmad.
Dia mengatakan, permasalahan debu batu bara ini tidak hanya terjadi di dermaga PT RMK Energy saja. Tapi juga dermaga lainnya yang berada di pesisir sungai Musi. Sehingga, dia mendorong DLHP Sumsel untuk memberikan rekomendasi kepada Kementerian LHK maupun ESDM mencabut izin perusahaan.
“Apalagi perusahaan ini kan mendapat proper merah. Jadi memang sudah tidak layak untuk beroperasi dan terbukti sudah mencemari lingkungan,” ungkapnya.
Ditambahkan Kepala Divisi Kampanye WALHI Sumsel, Febrian Putra Sofah, pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup berhak mencabut izin sementara sampai pemenuhan persyaratan telah dipenuhi, khususunya AMDAL.
Apalagi, pelanggaran ini terus terjadi secara berulang dan menjadi keluhan masyarakat setempat.
“Jadi pemerintah dapat mencabut dahulu izin operasionalnya dan tidak boleh beroperasi sampai pemenuhan persyarakat terkait fasilitas pencemaran lingkungan,” katanya.
Setelah perusahaan memenuhi persyaratan, pemerintah juga tentunya harus memenuhi tuntutan dari warga. Jika memang warga menolak adanya pelabuhan tersebut di wilayah mereka. Pemerintah dapat mencabut izin perusahaan tersebut.
“Karena itu, pemerintah harus tegas apalagi berdampak kepada masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kabid Gakkum DLHP Sumsel, Yulkar Pramilus mengatakan, perusahaan tidak hanya mendapat predikat proper merah atas upayanya memenuhi unsur kelestarian lingkungan. Perusahaan itu juga pernah mendapatkan sanksi dari DLHP Sumsel.
“Pemprov Sumsel sudah memberi peringatan kepada PT RMK dan sering hadir dan ada yang sudah ditindaklanjuti mereka. Namun memang khusus untuk persoalan debu ini agak spesifik,” katanya.
Dia menjelaskan, berdasarkan peraturan perundang-undangan mekanismenya itu PT RMK Energy bisa dipaksa untuk melakukan pembenahan terkait dengan regulasi yang menyatakan mereka harus penuhi sesuai dengan ketentuan dan aturan tersebut.
“Sekarang kita inginnya PT RMK Energy ini dalam melakukan operasionalnya betul-betul memenuhi ketentuan teknis yang bisa meminimalisir dampak debu tersebut,” tandasnya. (***)