Simposium ini digelar di tengah lanskap Warisan Tambang Batu Bara Ombilin, situs warisan dunia UNESCO, yang digunakan sebagai studi kasus utama sekaligus laboratorium hidup.
“Setiap pusaka, termasuk Warisan Tambang Batubara Ombilin yang hari ini menjadi tuan rumah, memiliki perjalanan panjang dan penuh transformasi. Sebagai tambang batu bara tertua di Asia Tenggara, situs ini sarat akan sejarah penindasan, kerja paksa (orang rantai), dan eksploitasi kolonial Belanda,” tambahnya.
Namun demikian, lanjut Fadli, Sawahlunto kini telah bertransformasi menjadi kota bersejarah yang penuh makna – hasil dari inovasi dan pelestarian budaya yang terus dijaga. Ia menegaskan bahwa warisan budaya bukan sekadar kenangan yang membeku, melainkan cermin dari peradaban yang terus bergerak dan berkembang.
Fadli juga menekankan bahwa pemerintah Indonesia menempatkan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan nasional.
“Dalam kerangka Agenda Pembangunan Pasca-2030, kebudayaan akan menjadi elemen penting untuk menjawab berbagai tantangan global. Indonesia tidak hanya ingin memperkuat posisinya dalam peta warisan dunia, tetapi juga menjadi poros peradaban global – tempat nilai-nilai luhur masa lalu dijadikan panduan untuk menavigasi masa depan,” tegasnya.