Sawahlunto, IN — Ditengah semangat pemberdayaan ekonomi lokal dan pelestarian alam, kisah sukses Madu Galo-Galo Cupiang menjadi bukti nyata bahwa usaha mikro berbasis alam pun bisa menembus pasar nasional hingga internasional. Berawal dari sebuah desa di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Hery Setiawan mendirikan usaha budidaya lebah tanpa sengat (Trigona sp.) pada tahun 2016. Kini, berkat kegigihannya dan dukungan dari PT Bukit Asam Tbk melalui program Rumah BUMN Sawahlunto, produk Madu Galo-Galo Cupiang tengah bersiap menjejak pasar global.
Usaha ini awalnya lahir dari kepedulian terhadap potensi lokal dan kecintaan Hery pada kealamian. Nama “Cupiang”, yang diambil dari istilah lokal untuk beruang madu, menjadi simbol kekuatan alam, ketekunan, serta semangat pelestarian. Budidaya lebah kelulut atau galo-galo ini menghasilkan produk unggulan berupa madu, propolis, dan bee pollen yang seluruhnya diproses secara alami, higienis, dan ramah lingkungan. Madu yang dihasilkan lebah tanpa sengat diketahui memiliki kandungan fenolik dan antioksidan tinggi, dengan rasa asam-manis khas karena disimpan dalam kantung propolis yang kaya manfaat kesehatan.