Dengan demikian, perkara yang disidik sejak, Rabu (19/1) dan dirilis langsung oleh Jaksa Agung ST. Burhanuddin dan Jampidsus Dr. Febrie Adriansyah, di Kejaksaan Agung bakal diikuti penetapan tersangka.
“Para pihak yang dicegah tersebut berkorelasi dengan penetapan tersangka (kelak, Red), ” katanya, Sabtu (4/6) pagi.
Namun begitu, Mantan Kajati Banten ini mengingatkan pula para pihak yang dicegah tersebut tidak otomatis menjadi tersangka.
“Tidak otomatis, mereka yang dicegah menjadi tersangka,” tambah Reda yang dalam dua pekan terakhir terus bersafari ke berbagai pimpinan instansi pemerintah guna menjalin Silaturahim.
Reda juga enggan menyampaikan kapan penetapan tersangka perkara Mafia Tanah Cipayung.
“Saya berharap dengan adanya pencegahan ini semoga menjadi titik yang lebih terang terhadap penanganan perkara Mafia Tanah Cipayung, ” ujarnya dengan diplomatis.
Maklum, pria berdarah Lampung ini pernah ditugaskan di Hongkong sebagai Perwakilan Kejaksaan, di negeri bekas Koloni Inggris dan tahun 90-an diserahkan ke Pemerintah Cina.
PERNAH DIPERIKSA
Terkait berapa banyak pihak yang dicegah ke luar negeri, Reda mengatakan sebanyak lima orang.
“Mereka adalah pihak-pihak yang pernah diperiksa oleh Tim Pidsus Kejati DKI, ” jawabnya seraya meminta pengertian belum bisa menyebutkan identitas mereka saat ini.
Sampai Selasa (15/3), sudah 34 orang saksi diperiksa oleh Tim Penyidik Perkara Mafia Tanah Cipayung, termasuk Kadis Dinas Pertamanan dan Lahan Kota (Distamhut) DKI Suzy Marsitawaty Anwar dan Eks. Kadis Distamhut Djafar Muchlisin.
Selain memeriksa, Kejati DKI juga melakukan penggeledahan dan pengitaan barang bukti di Kantor Distamhut DKI, akhir Januari 2022.
Serta, di kediaman seorang yang diduga Makelar, Dua Mantan Pejabat Distamhut dan kediamaan serta kantor Notaris LDS, Mei 2022.
“Kita support langkah Kejati DKI untuk menuntaskan perkara tersebut agar menjadi penjeraan bagi Birokrat dan pihak terkait serta tidak terulang lagi, ” ucap Ketua Tim Advokasi Patriot Indonesia (TAPI) Iqbal Daud Hutapea, secara terpisah.
BANCAKAN
Seperti disampaikan Kasipenkum Ashari Syam, Jumat (13/5) perkara ini berawal pembebasan lahan, di Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur.
Terungkap dari hasil penyidikan ada dugaan pemotongan uang ganti rugi terhadap 9 warga pemilik lahan.
Dia menyebut anggaran ganti rugi pembebasan lahan milik 9 warga harusnya sebesar Rp2, 7 juta per meter, faktanya dibayarkan hanya Rp1,6 juta.
“Selisih uang pembebasan sebesar Rp17, 7 diduga dibagikan kepada para pihak terkait, ” bebernya.
Hanya, tidak disebutkan para pihak tersebut, namun patut diduga mengalir ke sejumlah oknum Pejabat DKI dan pihak terkait lain terkait pengawasan pembangunan alias menjadi bancakan oknum Pejabat DKI.
“Dari hasil penyidikan pemotongan ganti rugi diduga dilakukan oknum Makelar JFR dan oknum Notaris, ” akhirinya. (***)