Hoaks, Miscaption, Deepfake, dan Sesat Pikir Pelajaran Berharga Kerusuhan Agustus

oleh -106 views
oleh
Penulis adalah Ketua Dewan Pembina Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, dan Guru Besar Universitas Negeri Makassar dan Wakil Rektor Universitas Jayabaya Jakarta.

Oleh: Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, S.H.,M.H.

Data menunjukkan pengguna internet di Indonesia mencapai 229 juta lebih orang. Platform yang paling sering diakses adalah WhatsApp, Facebook, Tiktok, Instagram, YouTube, dan X. Perilaku penggunaan internet dengan komposisi: 24,8% untuk mengakses media sosial, 15% untuk membaca berita media online, 15% untuk transaksi keuangan, dan sisanya untuk lain-lain.

Dari hasil survei Digital News Report 2025, tercatat 57% responden penduduk Indonesia mendapatkan berita atau informasi melalui media sosial. Bukan media online mainstream. Sehingga timeline (lini masa) di media sosial telah menjadi instrumen opini publik. Bukan lagi instrumen chat atau obrolan.

Baca Juga :  Bima Petrus Anugerah Masih Hilang Diculik (Selamat Ulang Tahun Bima Petrus ke-52)

Lantas apa yang terjadi jika yang beredar di lini masa media sosial dan viral adalah konten hoaks? Seperti Miscaption, Deepfake, Ajakan palsu atau narasi jahat yang dibangun dengan sesat pikir (logical fallacy)? Inilah pelajaran yang harus kita petik dari kerusuhan akhir Agustus lalu.

Kementerian Kominfo mencatat 1.923 hoaks terdeteksi sepanjang 2024, dengan tema politik dan keamanan. Artinya ada sebuah kegiatan produksi konten hoaks yang dilakukan oleh orang atau kelompok. Tujuannya jelas: peningkatan keresahan dan misinformasi di masyarakat. Apalagi kebiasaan forward di grup WhatsApp telah menjadi tren para pengguna smartphone.