PRABUMULIH, IN – Kasus penahanan warga Perumnas Kepodang, Patih Galung, yakni Azhar (57) oleh pihak Kejaksaan Negeri Prabumulih, usai diamankan polisi, pada Kamis (5/10/2023) kemarin, karena diduga melakukan tindak pidana penipuan bermodus over kredit rumah, mengundang perhatian publik dan banyak mendapat simpati dari masyarakat.
Pasalnya, di samping kondisi terduga Azhar yang sakit-sakitan dan menderita stroke, juga dinilai banyak kejanggalan dalam proses penanganan kasus tersebut.
“Sudah jelas di sini, berdasarkan pengakuan ibu Mujiyati, istri pak Azhar selaku pemilik rumah itu, tidak ada sekali pun si pelapor membayar kewajiban membayar angsuran cicilan kredit di bank seperti yang ia (pelapor) tuduhkan sehingga ditahan dan diperlakukan seperti penjahat besar, ditangkap dan ditahan di rutan, bahkan digunduli rambutnya,” sesal Ketua LSM MRLB Prabumulih – Muara Enim – Sumatera Selatan, Sastra Amiadi, saat mendampingi keluarga Azhar memberikan keterangan pers, di Coffe n Me, jalan Padat Karya, Prabumulih, pada Sabtu sore, (7/10).
Sastra Amiadi juga menegaskan, bahwa permasalahan yang menjerat suami Mujiyati, bukan over kredit rumah karena belum lunas akan tetapi murni jual beli dengan pembayaran awal Rp50 juta, berikut melunasi angsuran gadai sertifikat (SHM) rumah milik Azhar di salah satu bank plat merah (BUMN), setiap bulannya.
“Namun, nyatanya itu sampai saat ini masih pemilik rumah yang bayar, yang ditransfer anaknya yang kerja di Surabaya, tidak ada si pelapor.
Bahkan dari keterangan Ibu Mujiyati, uang Rp50 juta itu malah dibayar pelapor Rp35 juta dengan cara beberapa kali dicicil, sisanya Rp15 juta dimasukkan di rekening pembayaran suaminya,” ucap Sastra, seraya menambahkan akan membawa masalah itu ke ranah hukum.
“Patut diduga ini modus penipuan kejahatan berjemaah oknum, perampasan hak, untuk menguasai barang dan atau tanah milik orang lain,” tegas ia.
Apalagi lanjut Sastra, dari penjelasan keluarga Azhar, si pelapor sudah menempati dan mengusahakan warung milik mereka selama sekitar 1 tahun belakangan ini.
“Jadi lucu, belumlah dilunas sama sekali, kemudian tempat usaha diambil, dilaporkan penipuan. Saya minta bapak-bapak penegak hukum harus objektif dan berkeadilan dalam menangani masalah ini, jangan timpang sebelah.
Sebab jelas adanya perjanjian ini karena adanya kesepakatan, dari harga jual tanah dan rumah sebesar sekitar Rp700 juta, itu baru Rp50 juta, itu pun Rp20.500.000,- di antaranya dicicil setelah 3 hari ditandatanganinya akte perjanjian di akte notaris. Kami akan kawal terus kasus ini,” tandas Sastra.
Terpisah, Mujiyati (52), istri Azhar kembali mengaku diintimidasi dan tertekan secara psikis atas kasus tersebut. Tak hanya mengalami kerugian secara materil dan moral, namun juga mental dirinya dan keluarga, usai tempat jualannya di pagar oleh pihak pelapor, sehingga tidak bisa berjualan.
“Pak ini tempat jualan sarapan ibu di pagar sama dia (pelapor), jadi agak susah jualan, gimana ini pak kok kayak sudah jadi hak milik mereka,” ungkap Mujiyati, kepada awak media, Minggu pagi, (8/10).
Ia menyebut, mengetahui tempatnya berjualan dipasang pagar dengan menggunakan beberapa keping papan kayu, pada Sabtu malam, sekitar pukul 22.00 WIB.
“Tolong pak, di mana keadilan untuk kami, itu warung ibu, properti ibu, tau-tau sudah di pagar kayak hak miliknya,” ratap Mujiyati, sedih. (***)